Langsung ke konten utama

Takhrij Dan Syarah Hadits (Perumpamaan Petunjuk Dan Ilmu Yang Diriwayatkan Oleh Imam Bukhari)





 DAFTAR ISI


DAFTAR ISI
BAB I : MUQADDIMAH
1.1  Latar Belakang Masalah
1.2  Dasar Pemikiran
1.3  Pengertian Judul
1.4  Rumusan Masalah
1.5  Tujuan Pembahasan
1.6  Metode Pembahasan
1.7  Sistematika Pembahasan
1.8  Langkah-langkah Penulisan
BAB II : TAKHRIJ DAN SYARAH HADITS TENTANG PERUMPAMAAN PETUNJUK DAN ILMU
2.1 Takhrij Hadits
2.1.1 Pengertian, Metode dan Manfaat Takhrij Hadits
2.1.2 Hadits tentang Perumpamaan Petunjuk dan Ilmu
2.1.3 Isi Hadits
2.1.4 Gambaran Sanad
2.1.5 Keterangan Gambar
2.1.6 Hadits Penguat
2.1.7 Profil Perawi
2.2 Syarah Hadits
2.2.1 Pengertian, Hukum dan Ketentuan Umum Syarah Hadits
2.2.2 Mufrodat
2.2.3 Syarah Ijmali
2.2.3.1 Petunjuk
2.2.3.2 Ilmu
2.2.3.3
BAB III : KHATIMAH
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
SINOPSIS
حلاصه
MARAJI’ (DAFTAR PUSTAKA)
BIOGRAFI PENULIS
BAB I
MUQADDIMAH

Segala puji bagi Allah Swt yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa ajaran yang benar bagi manusia. Kami memuji-Nya, meminta pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Dan kami berlindung dari kejahatan yang menimpa kepada manusia.
1.1            Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama Allah yang telah di wahyukan kepada Nabi Muhammad Saw.Islam juga termasuk agama yang sempurna, dan satu-satunya agama yang di ridhai oleh Allah dibandingkan dengan agama lain. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran[3] : 19
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلْإِسْلَٰمُ وَمَا ٱخْتَلَفَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا ٱلْكِتَٰبَ إِلَّا مِن بَعْدِ مَاجَاءَهُمُ ٱلْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ  وَمَن يَكْفُرْ بِـَايَٰتِ ٱللَّهِ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَرِيعُ ٱلْحِسَابِ
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi kitab (kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al-Qur’an), kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian diantara mereka. Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.

            Islam memberikan suatu penerangan atau petunjuk bagi hidup kita. Islam juga memberikan sebuah pengetahuan kepada kita sehingga kita dapat menata kehidupan dengan baik.
Islam bersumber dari Al-Qur’an dan As-sunnah. Al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw secara mutawatri. Al-Qur’an benar- benar terjaga pemeliharannya, dan tidak ada perubahan sedikitpun dari zaman Nabi Muhammad Saw sampai sekarang. Dari waktu ke waktu banyak umat Islam yang menghafal Al-Qur’an, karena Al-Qur’an diwahyukan bukan untuk satu kaum atau waktu tertentu, tetapi berlaku untuk semua umat Islam sepanjang zaman. Al-Qur’an mengandung hal-hal yang dapat mendorong manusia untuk berfikir dan mengembangkan ilmu pengetahuan, juga terdapat hukum-hukum Islam yang tidak akan bisa berubah sampai kapanpun.
Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam yang pertama, sumber hukum Islam yang kedua adalah As-Sunnah. As-Sunah atau Sunah adalah segala perkataan (sabda), perbutan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad Saw yang dijadikan ketetapan atau hukum dalam agama Islam. As-Sunnah itu sebagai penjelas, untuk menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an, karena tidak setiap ayat menjelaskan dengan tuntas atau dimengerti langsung. As-Sunah disampaikan dengan kata-kata yang disebut dengan Hadits.
Hadits adalah berita tentang segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan Nabi Muhammad Saw yang dijadikan ketetapan atau hukum dalam agama Islam. Akan tetapi, hadits juga ada yang kemungkinan diantara rawinya lemah hafalan atau salah dengar atau sengaja berdusta atau bisa dikelompokan ada hadits yang Shahih dan ada juga yang Dho’if. Hadits Shahih adalah hadits yang bersambung sanadnya, perawinya adil, kuat hafalannya, tidak cacat dan haditsnya tidak bertentangan dengan yang lebih kuat. Sedangkan Hadits Dho’if adalah hadits yang cacat pada rawi dan  putus sanad atau para perawinya, baik seorang ataupun banyak, bisa terjadi pada awal, tengah, ataupun akhir sanad, juga bisa nampak atau tersembunyi.
Diantara Hadits-hadits Shahih ada yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary. Kitabnya dinamakan Jami’us-Shahih dan lebih dikenal dengan nama “Shahih Bukhary” yakni kumpulan hadits-hadits shahih yang beliau persiapkan kurang lebih selama 16 tahun. Beliau sangat berhati-hati dalam menuliskan tiap hadits pada kitab ini.
Dalam kitab Shahih Bukhari disusun secara temaik dengan nama Kitab dan Bab. Diantaranya ada Kitab Ilmu dan di antara bab nya ada hadits yang membahas mengenai “Perumpamaan Petunjuk dan Ilmu” yaitu hadits nomor 79.
Untuk mengetahui Takhrij dan Syarah Hadits tersebut, maka izinkanlah penulis untuk menyelesaikan RQ (Risalah Qashirah) ini, yang diharapkan dapat memberikan penjelasan, pelajaran dan keterangan atau kajian yang lebih mendalam.
1.2           Dasar Pemikiran
وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا كَافَّةً  فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَائِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Q.s At-Taubah [9]: 122)
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلْنَا مِنَ ٱلْبَيِّنَٰتِ وَٱلْهُدَىٰ مِن بَعْدِ مَا بَيَّنَّٰهُ لِلنَّاسِ فِى ٱلْكِتَٰبِ أُولٰئِكَ يَلْعَنُهُمُ ٱللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati. (Q.s Al-Baqarah[2]: 159)

1.3      Pengertian Judul
1.3.1  Takhrij Hadits
Kata Takhrij berasal dari kata Kharraja, Yukharriju, yang secara etimologi mempunyai arti berhimpun dua hal yang saling bertentangan dalam satu persoalan. Para Ahli Hadits memaknai Takhrij dengan :
1.      Sinonim kata Ikhraj, yakni mengemukakan hadits kepada orang lain dengan menyebutkan sumbernya, yakni orang yang menjadi mata rantai hadits tersebut. Sebagai contoh : Imam Bukhari meriwayatkan hadits dengan menyebutkan sumbernya.
2.      Takhrij terkadang digunakan untuk arti mengeluarkan hadits dan meriwayatkannya dari beberapa kitab.
3.      Takhrij terkadang juga disebut Al-adalah, yaitu menunjukkan dan menisbahkan hadits kedalam (kitab) sumber-sumber hadits, dengan menyebutkan nama penulisnya.
Sedangkan secara terminologi, Takhrij berarti :
Mengembalikan atau menelusuri kembali ke asalnya hadits-hadits yang terdapat di dalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad pada kitab-kitab musnad, baik disertai dengan pembicaraan tentang status hadits-hadits dari segi shahih dan dha’if, ditolak atau diterima, dan penjelasan tentang kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekedar mengembalikannya kepada kitab-kitab asal atau sumbernya.
Untuk selanjutnya akan dijelaskan pada BAB II.
1.3.2 Syarah Hadits
Kata Syarah diambil dari kata Syaraha, Yasyrahu, Syarh yang secara bahasa berarti menguraikan sesuatu dan memisahkan bagian satu dari bagian yang lainnya. Dikalangan para penulis kitab berbahasa Arab, Syarah adalah memberi catatan atau komentar kepada naskah atau matn (matan) suatu kitab.
Syarah tidak hanya terbatas pada penjelasan naskah kitab yang berkutan dengan eksplanasi, melainkan juga uraian dalan arti interpretasi. Dan kenyatannya syarah tidak hanya berupa uraian dan penjelasan tentang suatu kitab secara keseluruhan, tetapi juga bisa merupakan uraian sebagian kitab, bahkan uraian terhadap suatu kalimat dari sebuah hadits itu juga disebut syarah.
Maka yang disebut dengan Syarah terhadap kitab tertentu, maka itu adalah uraian atau penjelasan satu kitab secara keseluruhan. Sedangkan apabila dikatakan ”Syarah Hadits” secara mutlak, maka yang dimaksud adalah syarah terhadap ucapan, tindakan, dan ketetapan Rasulullah Saw. beserta sanadnya. Disamping itu, syarah tidak harus selalu berbentuk kitab atau karya tulis lainnya, melainkan bisa juga secara lisan. Oleh karena itu, karya tulis yang menguraikan dan menjelaskan makna hadits, seperti makalah dan artikel dapat disebut sebagai Syarah Hadits. Demikian juga uaraian dan penjelasan hadits secara lisan dalam proses belajar, pengajian, khutbah, ceramah dan sejenisnya bisa disebut sebagai men-Syarah Hadits.
Jadi hakikatnya Syarah Hadits adalah menguraikan ucapan, tindakan, dan ketetapan Rasulullah Saw sehingga menjadi lebih jelas, baik menggunakan bahasa arab maupun bahasa lainnya. Bahkan dalam hal ini syarah adalah menjelaskan sanad yang mengantarkan ucapan, tindakan, dan ketetapan tersebut hingga ketangan para penulis hadits, sehingga jelas identitas dan kualitas moral serta intelektual para rawi yang terangkai di dalamnya. Mengsyarah hadits berarti berkata atas nama Rasulullah Saw. Agar ucapan, tindakan, dan ketetapan beliau lebih bisa dimengerti maksudnya dan dapat terhindarkan dari kesalah pahaman terhadapnya.
Untuk selanjutnya akan dijelaskan pada BAB II
 1.3.3 Petunjuk
Kata Hidayah adalah dari bahasa Arab atau bahasa Al-Qur’an yang telah menjadi bahasa Indonesia. Akar katanya ialah : hadaa, yahdii, hadyan, hudan, hidyatan, hidaayatan. Khusus yang terakhir, kata hidaayatan kalau wakaf (berhenti) di baca : Hidayah, nyaris seperti ucapan bahasa Indonesia.
Hidayah menurut bahasa berarti petunjuk. Lawan katanya adalah : “Dholalah” yang berarti “kesesatan”. Secara istilah (terminologi), hidayah ialah bimbingan dan petunjuk jalan yang akan menyampaikan kepada tujuan sehingga meraih kemenangan di sisi Allah. Hidayah juga diartikan sebagai Diinul Islam.
Menurut para ahli dan para imam ada beberapa macam hidayah, diantaranya dibagi menjadi 5 bagian :
1.         هِدَايَةُ اْلوِجْدَان ( Hidayatul Wijdan ) adalah suatu potensi naluri yang Allah SWT tanamkan pada manusia (makhluknya) sejak manusia dilahirkan. Hidayah ini bersifat bawaan (potensi naluria/insting).
2.         هِدَايَةُ اْلحَوَاس ( Hidayatul Hawwas ) adalah kemampuan indrawi seperti kemampuan merasakan manis, pahit, panas, dingin, terkena api itu terasa panas, es terasa dingin dll.
3.         هِدَايَةُ اْلعَقْل ( Hidayatul ‘Aqli ) adalah kemampuan berpikir, kemampuan untuk memahami fenomena, memberikan persepsi, memberikan makna pada realita yang tertangkap oleh indera. 
4.         هِدَايَةُ اْلدِيْن ( Hidayatud Diin ) adalah berupa petunjuk2 ajaran agama, fungsinya untuk membantu keterbatasan akal. Agama berfungsi memberikan arahan-arahan yang mampu melampaui keterbatasan akal manusia.
5.      هِدَايَةُ اْلتَوْفِيْق ( Hidayatul Taufiq ) adalah suatu kekuatan yang Allah SWT karuniakan pada manusia untuk mengamalkan dengan sungguh-sungguh apa yang telah diketahuinya. Dengan kata lain, hidayah taufiq adalah hidayah ‘aqli dan hidayah ad-Dien yang kita amalkan.
1.3.4 Ilmu
Ilmu menurut bahasa berasal dari kata علم يعلم علما ,  yang artinya mengetahui. Kata Ilmu berbentuk Isim Masdar yang dibaca ‘Ilman. Ilmu merupakan lawan kata dari Al-Jahlu yang artinya tidak tahu atau bodoh.
Sedangkan menurut istilah, ilmu adalah penjelasan - penjelasan atau petunjuk-petunjuk Allah SWT yang diturunkan kepada Rasul-Nya, atau dengan kata lain adalah Al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam bahasa Inggris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu paada makna yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) :
“Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu.”

1.3.5 Hadits Perumpamaan Petunjuk dan Ilmu
Yang dimaksud dengan hadits tentang Perumpamaan Petunjuk dan Ilmu yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, hadits nomor 79 adalah :
عَنْ أَبِيْ مُوْسَى الْنّبِيِّ .ص. قَالَ : مَثَلُ مَا بَعَثَنِى اْللهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ، كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيْرِأَصَابَ أَرْضَا، فَكَانَ مِنْهَا نَقِبَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءِ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَ الْعُشْبَ الْكَثِيْرَ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ، أَمْسَكَتِ الْمَاءَ، فَنَفَعَ اْللهُ بِهَا اْلنَّاسَ، فَشَرِبُوْا وَسَقَوْا وَزَرَعُوْا، وَأَصَابَ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى، إِنَّمَا هِيَ قِيْعَانٌ لَاتُمسِكُ مَاءً وَلَاتُنْبِتُ كَلأَ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِى دِيْنِ اْللهِ، وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اْللهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اْللهِ اْلَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ. قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ إِسْحَاقُ وَكَانَ مِنْهَا طَائِفَةٌ قَيَّلَتْ الْمَاءَ قَاعٌ يَعْلُوهُ الْمَاءُ وَالصَّفْصَفُ الْمُسْتَوِي مِنْ الْأَرْضِ
Dari Abu Musa, Nabi Saw. Pernah bersabda : “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang diberikan oleh Allah kepadaku adalah seperti hujan lebat yang turun ke bumi, lalu ada tanah yang subur yang menyerap air hujan sehingga bisa menumbuhkan rerumputan dengan subur, dan ada pula tanah yang keras yang bisa menyimpan air hujan yang Allah mejadikannya bermanfaat bagi umat manusia sebagai air minum dan untuk mengairi tanaman, serta ada pula tanah yang tandus yang tidak bisa menyimpan air, juga tidak bisa menumbuhkan rerumputan. Itulah (contoh pertama dan kedua) perumpamaan orang yang memahami Isalm yang memperoleh keuntungan dari ajaran yang diberikan oleh Allah kepadaku, kemudian dia mempelajari dan mengajrkannya kepada orang lain, sedangkan (contoh ketiga) adalah perumpamaan orang yang tidak mau memperhatikan ajaran dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku bawa.” Berkata Abu Abdullah; Ishaq berkata: "Dan diantara jenis tanah itu ada yang berbentuk lembah yang dapat menampung air hingga penuh dan diantaranya ada padang sahara yang datar".
(Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari, hadits nomor 79)
1.4           Rumusan Masalah
1.4.1        Apa yang dimaksud dengan Takhrij dan Syarah ?
1.4.2        Bagaimana gambaran sanad pada Hadits tentang Perumpamaan Petunjuk dan Ilmu ?
1.4.3        Bagaimana Takhrij dan Syarah Hadits pada Hadits tentang Perumpamaan Petunjuk dan Ilmu ?
1.4.4        Apa yang dimaksud dengan Petunjuk dan Ilmu ?
1.4.5        Apa maksud dari perumpamaan-perumpamaan yang tercantum dalam hadits tersebut ?
1.5           Tujuan Pembahasan
Pembahasan ini bertujuan untuk :
1.5.1   Untuk mengetahui pengertian Takhrij dan Syarah
1.5.2   Untuk mengetahui gambaran sanad pada Hadits tentang Perumpamaan Petunjuk dan Ilmu
1.5.3   Untuk memahami Takhrij dan Syarah Hadits tentang Perumpamaan Petunjuk dan Ilmu
1.5.4   Untuk mengetahui dan memahami arti dari Petunjuk dan Ilmu
1.5.5   Untuk mengetahui dan memahami perumpamaan-perumpamaan yang tercantum dalam hadits tersebut
1.6           Metode Pembahasan
Metode pembahasan ini menggunakan metode kepustakaan atau literatur yaitu dengan cara mengumpulkan, menela’ah dan menganalisis buku-buku, data-data, artikel-artikel, kitab-kitab mengenai Al-Qur’an dan Hadits-Hadits dari media cetak maupun dari media elektronik dan mengutip argument-argument dari para ulama yang berkaitan dengan pembahasan penulis kali ini yaitu mengenai “Perumpamaan Petunjuk dan Ilmu “. 
1.7           Sistematika Pembahasan

1.7.1 BAB I : MUQADDIMAH  
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Dasar Pemikiran
1.3 Pengertian Judul
1.4 Rumusan Masalah
1.5 Tujuan Penbahasan
1.6 Metode Pembahasan
1.7 Sistematika Pembahasan
1.8 Langkah-langkah Penulisan

1.7.2 BAB II : TAKHRIJ DAN SYARAH HADITS TENTANG PERUMPAMAAN PETUNJUK DAN ILMU
2.1 Takhrij Hadits
2.1.1 Pengertian, Metode dan Manfaat Takhrij Hadits
2.1.2 Hadits tentang Perumpamaan Petunjuk dan Ilmu
2.1.3 Isi Hadits
2.1.4 Gambaran Sanad
2.1.5 Keterangan Gambar
2.1.6 Hadits Penguat
2.1.7 Profil Rawi
2.2 Syarah Hadits
2.2.1 Pengertian, Hukum dan Ketentuan Umum Syarah Hadits
2.2.2 Mufrodat
2.2.2 Syarah Ijmali
1.7.3 BAB III : KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran 
1.8           Langkah-langkah Penulisan
1.8.1 Pengarahan tentang RQ oleh Ustadz M.Rahmat Najieb,S.Pd.i
1.8.2 Menentukan tema
1.8.3 Mencari permasalah yang akan dibahas
1.8.4 Pengajuan judul kepada Musyrif
1.8.5 Mengumpulkan data dari berbagai sumber
1.8.6 Penyusunan BAB I
1.8.7 Revisi BAB I oleh Musyrif
1.8.8 Penyusunan BAB II
1.8.9 Revisi BAB II oleh Musyrif
1.8.10 Penyusunan BAB III
1.8.11 Revisi BAB III oleh Musyrif
1.8.12 Revisi keseluruhan
1.8.13 Sidang
1.8.14 Revisi sidang
1.8.15 Penandatanganan
 

BAB II
TAKHRIJ DAN SYARAH HADITS TENTANG PERUMPAMAAN
PETUNJUK DAN ILMU YANG DIRIWAYATKAN OLEH BUKHARI

2.1 Takhrij dan Syarah Hadits
   2.1.1 Pengertian, Manfaat dan Metode Takhrij Hadits
Pengrtian Takhrij
Kata "Takhrij" adalah bentuk mashdar dari kata"خَرَّجَ ,يُخَرِّجُ, تَخْرِيْجًا". Dalam kamus al-Munjid fi al-Lughah dikatakan bahwa takhrij adalah “menjadikan sesuatu keluar dari sesuatu tempat; atau menjelaskan suatu masalah”.
Kata lain yang hampir sama dengan takhrij adalah “ikhraj”. Kata dasar dari keduanya adalah “khuruj”.Dari kata ini dapat dibentuk kata makhraj (isim makan), yang berarti tempat keluar. Yang dimaksud tempat keluar (makhraj) dalam kalimat itu adalah tempat dari mana hadits itu keluar, yakni rangkaian orang yang meriwayatkannya, karena melalui jalan merekalah Hadits itu keluar.
Mahmud Al-Thahhan memaknai Takhrij dengan: “menunjukkan materi hadits di dalam sumber-sumber pokok yang dikemukakan berikut transmisinya, dan menjelaskan kualifikasinya bila diperlukan.”
Syuhudi Ismail mendefinisikan dengan “penelusuran atau pencarian hadits dalam berbagai Kitab sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadits yang bersangkutan.”
Menurut terminologi, takhrij berarti: ”menunjukkan letak Hadits dalam sumber-sumber yang asli (sumber primer) dimana diterangkan rangkaian sanadnya kemudian menjelaskan Hadits dalam sumber-sumber yang asli (sumber primer) dimana diterangkan rangkaian sanadnya kemudian menjelaskan Hadits itu bila perlu”.
Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian serius karena di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui sumber hadis itu berasal. Di dalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadis.
Takhrij hadits bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui ditolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadis-hadis yang pengutipannya memperhatikan kaidah-kaidah ‘ulumul hadis yang berlaku. Sehingga hadis tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.
Manfaat Takhrij Hadits
Adapun manfaat takhrij Hadits antara lain sebagai berikut:
a.       Dapat diketahui banyak sedikitnya jalur periwayatan suatu hadits yang sedang menjadi topik kajian;
b.      Dapat diketahui status hadits shahih lidzatihi atau shahih lighairih, hasan lidzatih, atau hasan lighairi. Demikian pula akan dapat diketahui istilah hadis mutawatir, masyhur, aziz, dan gharibnya;
c.       Memperjelas hukum hadits dengan banyaknya riwayat, seperti hadis dha`if melalui satu riwayat. Maka dengan takhrij kemungkinan akan didapati riwayat lain yang dapat mengangkat status hadits tersebut kepada derajat yang lebih tinggi;
d.      Memperjelas perawi yang samar, karena dengan adanya takhrij, dapat diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap;
e.       Dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat;
f.       Memperjelas perawi hadis yang tidak diketahui namanya melalui perbandingan di antara sanad-sanadnya;
g.      Dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena mungkin saja ada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain, maka nama perawi itu akan menjadi jelas;
h.      Dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya hadis melalui perbandingan sanad-sanad yang ada;
i.        Dapat mengungkap kemungkinan terjadinya kesalahan cetak melalui perbandingan-perbandingan sanad yang ada;
j.        Memberikan kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah mengetahui bahwa hadis tersebut adalah maqbul (dapat diterima). Sebaliknya, orang tidak akan mengamalkannya apabila mengetahui bahwa hadis tersebut mardud (ditolak);
k.      Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadits adalah benar-benar berasal dari Rasulullah saw. yang harus diikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadits tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.
Metode Takhrij Hadits
Dalam Takhrij ada beberapa macam metode yang digunakan yang diringkas dengan mengambil pokok-pokoknya sebagai berikut:
a.       Takhrij berdasarkan perawi hadits dari sahabat
Metode ini digunakan jika kita mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadits yang akan diTakhrij. Jika tidak diketahui nama sahabat yang meriwayatkannya tentu dapat dilakukan Takhrij dengan metode ini. Untuk mengaplikasikan metode ini diperlukan tiga Kitab yang dapat membantu. Kitab-Kitab berikut disusun berdasarkan nama sahabat yang meriwayatkan hadits itu.
1.      Al-Musanid (musnad-musnad). Dalam Kitab ini disebutkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat tersendiri. Selama kita sudah mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadits, maka kita mencari hadits tersebut dalam Kitab ini sehinga mendapatkan petunjuk dalam satu musnad dalam kumpulan musnad tersebut.
2.      Al-Ma’ajim (mu’jam-mu’jam) susunan hadits di dalamnya berdasarkan urutan musnad para sahabat atau guru, sesuai huruf hijaiyah.
3.      Kitab-Kitab Al-Atraf. Kebanyakan Kitab Al-Atraf disusun berdasarkan musnad-musnad para sahabat dengan urutan nama mereka sesuai dengan kamus. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadits itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh Kitab Al-Atraf tadi untuk kemudian mengambil hadits secara lengkap.
b.      Takhrij berdasarkan permulaan lafadz hadits
Metode ini sangat tergantung pada lafadz pertama Matan hadits. Hadits-hadits dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafazh pertamanya menurut huruf hijaiyah. Misalnya, apabila akan men-Takhrij hadits yang tersembunyi.
Cara takhrij hadits dengan mengunakan metode ini dapat dibantu dengan:
1.      Kitab-Kitab yang berisi hadits-hadits yang dikenal oleh orang banyak, misalnya; Ad-Durar Al-Mutatsirah fi Al-AHadits Al-Musytaharah, karya As-Suyuti; Al-Laili Al-Mansrah fi Bayani Kasirin min Al-AHadits Al-Musytahirah ‘Ala’ Al-Alsinah, karya As-Sakhawi.
2.      Kitab-Kitab hadits yang disusun bedasarkan huruf kamus, misalnya; Al-Jami’ As-Saghir min Al-Ahdis Al-Baysir An-Nazir, karya As-Suyuti.
3.      Petunjuk-petunjuk dan indeks yang disusun para ulama untuk Kitab-Kitab tertentu, misalnya; Mifta As-Sahihain. Karya At-Taukadi; Miftah At-Tartib li Ahaaditsi Tasrikh Al-Khati. Karya Sayyid Ahmad Al-Ghumari.
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan yang besar bagi seorang Mukharrij untuk menemukan hadits-hadits yang dicari dengan cepat. Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu apabila terdapat kelainan atau perbedaan lafadz pertamanya sedikit saja, maka akan sulit menemukan hadits yang dimaksud.
c.       Takhrij berdasarkan kata-kata dalam matan hadits
Metode ini adalah metode yang berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadits, baik berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam metode ini tidak digunakan huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan adalah bagian haditsnya sehingga pencarian hadits-hadits yang dimaksud dapat diperoleh lebih cepat. Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitik beratkan pencarian hadits berdasarkan lafadz-lafadznya yang asing dan jarang penggunaanya.
Kitab yang berdasarkan metode ini di antaranya adalah Kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras li Al-fuz Al-Hadits An-Nabaw, karya Dr. Arinjan Vansink, seorang orientalis berkebangsaan belanda (meningal1939 M). Kitab ini mengumpulkan hadits-hadits yang terdapat di dalam sembilan Kitab induk hadits sebagaimana yaitu; Sahih bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmizi, Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Sunan Darimi, Muwaththa’, Malik dan Musnd Imam Ahmad.
Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu mempercepat pencarian hadits dan memungkinkan pencarian hadits melalui kata-kata apa saja yang terdapat pada Matan hadits. Sedangkan kelemahan metode ini adalah terkadang suatu hadits tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.
d.      Takhrij berdasarkan tema hadits
Metode ini berdasarkan pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu untuk melakukan Takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari suatu hadits yang akan di Takhrij dan kemudian baru mencarinya melalui tema itu pada kitab-kitab yang disusun melalui metode ini. Seringkali suatu hadits memiliki lebih dari satu tema dalam kasus yang demikian seorang Mukharrij harus mencarinya pada tema-tema yang mungkin dikandung oleh hadits tersebut.
Jelas bahwa Takhrij dengan metode ini sangat tergantung pada pengetahuan terhadap tema hadits. Untuk itu seorang Mukharrij harus memiliki beberapa pengetahuan tentang kajian islam secara umum dan kajian fikih secara khusus. Kelebihan metode ini adalah hanya menuntut pengetahuan akan kandungan hadits, tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafadz pertamanya.
e.       Takhrij berdasarkan status hadits
Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan Ulama Hadits dalam menyusun hadits-hadits, yaitu penghimpunan hadits berdasarkan statusnya, seperti Hadits Qudsi, Hadits Masyhur, Hadits Mursal, dan lainnya, dengan mengetahui statusnya kegiatan Takhrij melalui metode ini dapat ditempuh, yakni dengan merujuk pada Kitab-Kitab yang disusun secara khusus berdasarkan status atau keadaan hadits tersebut. Seperti apabila Haditsnya Qudsi, kita dapat mencarinya dalam Kitab himpunan Hadits-Hadits Qudsi, dan seterusnya. Di antara Kitab-Kitab yang disusun atas dasar metode ini adalah: Al-Azhar Al-Muatanasirah fi Al-Akhbar Al-Mutaatirah, yang memuat hadits-hadits Mutawatir, karya Suyuti. Al-Ittihafat Al-Saniah fi Al-Ahadits al-Qudsiyah, yang memuat hadits-hadits Qudsi, karya Al Madani.
2.1.2 Hadits tentang Perumpamaan Petunjuk dan Ilmu
Struktur Hadits terdiri dari Sanad dan Matan. Sanad merupakan Rangkaian Rawi dan Matan merupakan isi hadits. Berikut adalah Hadits tentang Perumpamaan Petunjuk dan Ilmu yang diriwayatkan Imam Bukhari lengkap dengan Sanad dan Matan.
حَدَّثَنَا مَحَمَّدُ بْنُ اَلْعَلَاءِ قَالَ : حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدِ بْنُ عَبْدِ اللهِ عَنْ أَبِيْ بُرْدَةُ عَنْ أَبِيْ مُوْسَى الْنّبِيِّ .ص. قَالَ : مَثَلُ مَا بَعَثَنِى اْللهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ، كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيْرِ أَصَابَ أَرْضَا، فَكَانَ مِنْهَا نَقِبَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءِ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَ الْعُشْبَ الْكَثِيْرَ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ، أَمْسَكَتِ الْمَاءَ، فَنَفَعَ اْللهُ بِهَا اْلنَّاسَ، فَشَرِبُوْا وَسَقَوْا وَزَرَعُوْا، وَأَصَابَ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى، إِنَّمَا هِيَ قِيْعَانٌ لَاتُمسِكُ مَاءً وَلَاتُنْبِتُ كَلأَ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِى دِيْنِ اْللهِ، وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اْللهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اْللهِ اْلَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ. قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ إِسْحَاقُ وَكَانَ مِنْهَا طَائِفَةٌ قَيَّلَتْ الْمَاءَ قَاعٌ يَعْلُوهُ الْمَاءُ وَالصَّفْصَفُ الْمُسْتَوِي مِنْ الْأَرْضِ
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al’ala’, ia berkata : telah menceritakan kepadaku Hammad bin Usamah, dari B uraid bin Abdullah, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, Nabi Saw. Pernah bersabda : “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang diberikan oleh Allah kepadaku adalah seperti hujan lebat yang turun ke bumi, lalu ada tanah yang subur yang menyerap air hujan sehingga bisa menumbuhkan rerumputan dengan subur, dan ada pula tanah yang keras yang bisa menyimpan air hujan yang Allah mejadikannya bermanfaat bagi umat manusia sebagai air minum dan untuk mengairi tanaman, serta ada pula tanah yang tandus yang tidak bisa menyimpan air, juga tidak bisa menumbuhkan rerumputan. Itulah (contoh pertama dan kedua) perumpamaan orang yang memahami Isalm yang memperoleh keuntungan dari ajaran yang diberikan oleh Allah kepadaku, kemudian dia mempelajari dan mengajarkannya kepada orang lain, sedangkan (contoh ketiga) adalah perumpamaan orang yang tidak mau memperhatikan ajaran dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku bawa.” Berkata Abu Abdullah; Ishaq berkata: "Dan diantara jenis tanah itu ada yang berbentuk lembah yang dapat menampung air hingga penuh dan diantaranya ada padang sahara yang datar".
2.1.3 Isi Hadits
مَثَلُ مَا بَعَثَنِى اْللهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ، كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيْرِ أَصَابَ أَرْضَا، فَكَانَ مِنْهَا نَقِبَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءِ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَ الْعُشْبَ الْكَثِيْرَ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ، أَمْسَكَتِ الْمَاءَ، فَنَفَعَ اْللهُ بِهَا اْلنَّاسَ، فَشَرِبُوْا وَسَقَوْا وَزَرَعُوْا، وَأَصَابَ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى، إِنَّمَا هِيَ قِيْعَانٌ لَاتُمسِكُ مَاءً وَلَاتُنْبِتُ كَلأَ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِى دِيْنِ اْللهِ، وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اْللهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اْللهِ اْلَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ. قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ إِسْحَاقُ وَكَانَ مِنْهَا طَائِفَةٌ قَيَّلَتْ الْمَاءَ قَاعٌ يَعْلُوهُ الْمَاءُ وَالصَّفْصَفُ الْمُسْتَوِي مِنْ الْأَرْضِ
“Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang diberikan oleh Allah kepadaku adalah seperti hujan lebat yang turun ke bumi, lalu ada tanah yang subur yang menyerap air hujan sehingga bisa menumbuhkan rerumputan dengan subur, dan ada pula tanah yang keras yang bisa menyimpan air hujan yang Allah mejadikannya bermanfaat bagi umat manusia sebagai air minum dan untuk mengairi tanaman, serta ada pula tanah yang tandus yang tidak bisa menyimpan air, juga tidak bisa menumbuhkan rerumputan. Itulah (contoh pertama dan kedua) perumpamaan orang yang memahami Isalm yang memperoleh keuntungan dari ajaran yang diberikan oleh Allah kepadaku, kemudian dia mempelajari dan mengajrkannya kepada orang lain, sedangkan (contoh ketiga) adalah perumpamaan orang ynag tidak mau memperhatikan ajaran dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku bawa.” Berkata Abu Abdullah; Ishaq berkata: "Dan diantara jenis tanah itu ada yang berbentuk lembah yang dapat menampung air hingga penuh dan diantaranya ada padang sahara yang datar".
2.1.4 Gambaran Sanad
2.1.5 Keterangan Gambar
Rasulullah Saw mengajarkan hadits kepada Abu Musa tentang keutamaan orang yang memahami Islam dan mengajarkannya. Abu Musa adalah seorang sahabat. Di dalam kitab Bukhari dijelaskan bahwa Abu Musa menerima hadits tersebut dari Rasulullah dengan lafadz penyampaian ‘an yang artinya redaksi sanad dengan ‘an posisinya sama dengan redaksi haddatsana. Itu menandakan bahwa Abu Musa sezaman, bertemu, dan berguru kepada Rasulullah Saw. Didalam ilmu mushtolah hadits yang seperti itu dinamakan sahabat.
Kemudian Abu Musa menyampaikan hadits kepada Abu Burdah tentang keutamaan oarang yang memahami Islam dan mengajarkannya. Abu Burdah adalah orang dari kalangan tabi’in pertengahan. Dalam kitab Bukhari dijelaskan bahwa Abu Burdah menerima hadits tersebut dari Abu Musa dengan lafadz penyampaian ‘an yang artinya redaksi sanad dengan ‘an posisinya sama dengan redaksi haddatsana. Itu menandakan bahwa Abu Burdah bertemu langsung dengan sahabat atau Abu Musa dan pasti sezaman dan berguru. Didalam ilmu mushtolah hadits yang seperti itu dinamakan tabi’in.
Kemudian Abu Burdah menyampaikan hadits kepada Buraid bin Abdullah tentang keutamaan orang yang memahami Islam dan mengajarkannya. Buraid bin Abdullah adalah dari kalangan Tabi’in ( tidak bertemu dengan sahabat ). Dalam kitab Bukhari dijelaskan bahwa Buraid bin Abdullah menerima hadits tersebut dari Abu Burdah dengan lafadz penyampaian ‘an yang artinya redaksi sanad dengan ‘an yang artinya redaksi sanad dengan ‘an posisinya sama dengan redaksi haddatsana. Itu menandakan bahwa Itu menandakan bahwa dia bertemu langsung dengannya dan pasti sezaman dan berguru.
Kemudian Buraid bin Abdullah menceritakan hadits kepada Hammad bin Usamah tentang keutamaan orang yang memahami Islam dan mengajarkannya. Hammad bin Usamah adalah dari kalangan Tabi’ut Tabi’in  biasa. Dalam kitab Bukhari dijelaskan bahwa Buraid bin Abdullah menerima hadits tersebut dari Hammad bin Usamah dengan lafadz penyampaian haddatsana. Itu menandakan bahwa dia bertemu langsung dengannya dan pasti sezaman dan berguru.
Kemudian Hammad bin Usamah menceritakan hadits kepada Muhammad bin Al’ala’ tentang keutamaan orang yang memahami Islam dan mengajarkannya. Muhammad bin Al’ala’ adalah dari kalangan Tabi’ul Atba’ senior. Dalam kitab Bukhari dejelaskan bahwa Muhammad bin Al’ala’ menerima hadits tersebut dari Hammad bin Usamah dengan lafadz penyampaian haddatsana. Itu menandakan bahwa dia bertemu langsung dengannya dan pasti sezaman dan berguru.


2.1.6 Hadits Penguat
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو عَامِرٍ الْأَشْعَرِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ وَاللَّفْظُ لِأَبِي عَامِرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا مِنْهَا وَسَقَوْا وَرَعَوْا وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ بِمَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Abu 'Amir Al Asy'ari serta Muhammad bin Al 'Allaa lafazh ini milik Abu Amir mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Buraid dari Abu Burdah dari Abu Musa dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Perumpamaan agama yang aku diutus Allah 'azza wajalla dengannya, yaitu berupa petunjuk dan ilmu ialah bagaikan hujan yang jatuh ke bumi. Diantaranya ada yang jatuh ke tanah subur yang dapat menyerap air, maka tumbuhlah padang rumput yang subur. Diantaranya pula ada yang jatuh ke tanah keras sehingga air tergenang karenanya. Lalu air itu dimanfaatkan orang banyak untuk minum, menyiram kebun dan beternak. Dan ada pula yang jatuh ke tanah tandus, tidak menggenangkan air dan tidak pula menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Seperti itulah perumpamaan orang yang mempelajari agama Allah dan mengambil manfaat dari padanya, belajar dan mengajarkan, dan perumpamaan orang yang tidak mau tahu dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku di utus dengannya."

 
2.1.7 Profil Perawi
2.1.7.1 Al – Bukhari
Imam al-Bukhari namanya adalah Abi ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardzubah, adalah ulama hadits yang sangat mahsyur. Kelahiran Bukhara, suatu kota di Uzbezkistan, wilayah Uni Sovyet, yang merupakan simpang jalan antara Rusia, Persi, Hindia, dan Tiongkok. Beliau lebih terkenal dengan nama al-Bukhari (putra daerah Bukhara). Beliau dilahirkan  setelah selesai sholat Jum’at, pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Seorang muhadits yang jarang tandingannya ini, sangat wara’, sedikit makan, banyak membaca Al-Qur’an, baik siang maupun malam, serta gemar membuat kebajikan kepada murid-muridnya.
Nenek moyang beliau yang bernama Al-Mughirah bin Bardizbah, konon adalah seorang Majusy yang kemudian menyatakan keislamannya di hadapan walikota yang bernama Al-Yaman bin Ahnas Al-Ju’fy, yang karena inilah kemudian beliau dinasabkan dengan Al-Ju’fy atas dasar walaul islam.
Sejak umur 10 tahun lebih, beliau sudah mempunyai perhatian dalam ilmu-ilmu hadits yang tidak sedikit jumlahnya. Beliau merantau ke negri Syam, Mesir, Jazirah sampai dua kali, ke Basrah empat kali, ke Hijaz bermukim 6 tahun dan pergi ke Bagdad bersama-sama para ahli hadits yang lain, sampai berkali-kali.
Pada suatu ketika, beliau pergi ke Bagdad. Para ulama hadits di Bagdad sepakat menguji ulama muda yang mulai menanjak namanya. ‘Ulama hadits tersebut dari 10 orang yang masing-masing akan mengutarakan 10 hadits kepada beliau, yang sudah ditukar-tukar sanad dan matannya, Imam bukhary diundang pada sutau pertemuan umum yang dihadiri juga oleh muhaditsin dari dalam dan luar ko           ta. Bahkan diundang juga ‘ulama hadits dari Khurasan.
Satu demi satu dari 10 ‘ulama hadits tersebut menanyakan hadits yang telah mereka persiapkan. Jawaban beliau terhadap setiap hadits yang di kemukakan oleh penanya pertama ialah saya tidak mengetahuinya.
Demikianlah selesai penanya pertama, majulah penanya kedua dengan satu-persatu di kemukakan hadits yang sudah disiapkan dan seterusnya sampai selesai penanya ke sepuluh dengan hadits-haditsnya, jawabannya pun saya tidak menegetahuinya. Tetapi setelah beliau menegetahui gelagat mereka yang bermaksud untuk mengujunya, lalu beliau menerangkan dengan membenarkan dan mengembakilan sanad-sanadnya pada matan yang sebenarnya satu-persatu sampai selesai semuanya. Para ‘ulama yang hadir pada tercengang dan terpaksa harus mengakui kepandaiannya, ketelitiannya dan hapalannya dalam ilmu hadits.
Beliau telah memperoleh hadits dari beberapa hafidh, antara lain Maky bin Ibrahim, ‘Abdullah bin ‘Usman Al-Marwazy, ‘Abdullah bin Musa Al-‘Abbasy, Abu ‘Ashim As-Syaibany dan Muhammad bin ‘Abdullah Al-Anshari.
‘Ulama-‘ulama besar yang pernah mengambil hadits dari beliau, antara lain : Imam Muslim, Abu Zur’ah, At-Turmudzy, Ibnu Khuzaimah dan An-Nasa’iy.
            Karya-karya beliau banyak sekali diantaranya :
1.      Al-Jami’ as-Shahih yang dikenal dengan Shahih Bukhari
2.      Al-Adab al-Mufrad
3.      Ad-Du’afa as-Sagir
4.      At-Tarikh as-agir
5.      At-Tarikh al-Ausath
6.      At-Tarikh al-Kabir
7.      Birru ‘l-Walidain
8.      At Tafsir Al Kabir
9.      Al Musnad al Kabir
10.  Kitab al 'Ilal, Raf'ul
11.  Yadain fis Salah
12.  Asami As Sahabah
13.  Al Hibah
Beliau wafat pada malam Sabtu selesai sholat Isya, tepat pada malam ‘Idul Fitri tahun 252 H (870 M), dan dikuburkan setelah sholat dzuhur di Khirtank, suatu kampung yang tidak jauh dari kota Samarkand.
2.1.7.2 Muhammad bin Al’ala
Nama lengkap beliau adalah Muhamad bin Al’ala bin Kuraib al-Hamdani. Beliau lebih dikenal dengan nama Abu Kuraib al-Kufi al-Hafidzi salah satu orang terkemuka. Beliau dari kalangan Tabi'ul Atba' senior. Beliau hafal hadits sebanyak 1300. Ibnu Ukdah telah berkata, beliau lahir di Kufah. Dan semasa hidupnya beliau tinggal di Kufah. Muhammad bin Al’ala digunakan untuk meriwayatkan hadits oleh Imam Bukhari sebanyak 54 hadits, Imam Muslim 488 hadits, Imam Abu Dawud sebanyak 94 hadits, Imam Tirmidzi sebanyak 176 hadits, Imam Nasai 34 hadits, Imam Ibnu Majah sebanyak 105 hadits, Imam Ahmad sebanyak 4 hadits dan Imam ad-Darimi sebanyak 16 hadits. Bukhari berkata beliau wafat pada tahun 248 H.
2.1.7.3 Hammad bin Usamah
Nama lengkap beliau adalah Hammad bin Usamah bin Zaid. Beliau lebih dikenal dengan nama Abu Usamah. Beliau dari kalangan Tabi’ut Tabi’in biasa. Semasa hidupnya beliau tinggal di Kufah. Hammad bin Usamah digunakan untuk meriwayatkan hadits oleh Imam Bukhari sebanyak 180 hadits, Imam Muslim sebanyak 246 hadits, Imam Abu Dawud sebanyak 54 hadits, Imam Tirmidzi sebanyak 44 hadits, Imam Nasai sebanyak 30 hadits, Imam Ibnu Majah sebanyak 100 hadits, Imam Ahmad 93 hadits dan Imam ad-Darimi sebanyak 29 hadits. Dan beliau wafat paada tahun 201 H.
2.1.7.4            Buraid bin Abdullah
Nama lengkapnya Buraid bin Abdullah bin Abu Burdah al-As’ari bin Abi Musa. Beliau lebih dikenal dengan nama Abu Burdah al-Kufi. Beliau dari kalangan Tabi’in (tidak berjumpa dengan sahabat). Buraid bin Abdullah digunakan untuk meriwayatkan hadits oleh Imam Bukhari sebanyak 58 hadits, Imam Muslim sebanyak 33 hadits, Imam Abu Dawud sebanyak 7 hadits, Imam Tirmidzi sebanyak 9 hadits, Imam Nasai sebanyak 4 hadits, Imam Ibnu Majah sebanyak 6 hadits, dan Imam Ahmad sebanyak 22 hadits. Semasa hidupnya beliau tinggal di Kufah.
2.1.7.5            Abu Burdah
Nama lengkapnya Amir bin ‘Abdullah bin Qais. Beliau lebih dikenal dengan nama Abu Burdah. Beliau dari kalangan Tabi’in pertengahan. Semasa hidupnya beliau tinggal di Kufah. Abu Burdah digunakan untuk meriwayatkan hadits oleh Imam Bukhari sebanyak 89 hadits, Imam Muslim sebanyak 66 hadits, Imam Abu Dawud sebanyak 32 hadits, Imam Tirmidzi sebanyak 22 hadits, Imam Nasai 27 hadits, Imam Ibnu majah sebanyak 25 hadits, Imam Ahmad sebnayak 123 hadits, Imam ad-Darimi sebanyak 17 hadits. Dan beliau wafat pada tahun 104 H.
2.1.7.6 Abu Musa
Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Qais bin Salim bin Khadar bin Harb bin Amir bin al-Asy’ar Abu Musa al-Asy’ary. Beliau dikenal sebagai imam besar, sahabat Rasulullah SAW, dan ahli ilmu fikih yang mengajarkan Al Qur`an.  Dia termasuk sahabat yang berguru kepada Nabi SAW, mengajar penduduk Bashrah membaca Al Qur an, dan memahamkan agama kepada mereka.
 Hadits beliau diriwayatkan oleh Imam al-Bukhary sebanyak 149 hadits, Imam Muslim sebanyak 101 hadits, Imam Abu Dawud sebanyak 49 hadits, Imam At-Tirmidzy sebanyak 38 hadits, Imam An Nasai sebanyak 53 hadits, Imam Ibnu Majah sebanyak 47 hadits, Imam Ahmad sebanyak 277 hadits, Imam Malik sebanyak 4 hadits, Imam ad-Darimi sebanyak 29 hadits. Menurut Ibnu Hajar beliau adalah seorang sahabat atau orang yang mendapat ta’dil sohabi, begitu juga menurut Imam adz-Dzahaby, beliau mengatakan demikian dan beliau menambahkan kedua anak beliau yaitu Zabid dan Adan diwalikan untuk Nabi Saw. Abdullah bin Qais meninggal pada tahun 50 H di Makkah dan ada yang mengatakan beliau meninggal di Tsaubah.
2.1.7.7 Ishaq
Nama lengkap beliau adalah Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad. Beliau lebih dikenal dengan nama Abu Ya’qub. Beliau dari kalangan Tabi’ul Atba’ atau kalangan senior. Semasa hidupnya beliau tinggal di Himsh. Ishaq digunakan untuk meriwayatkan hadits oleh Imam Bukhari sebanyak 103 hadits, Imam Muslim sebanyak 618 hadits, Imam Abu Dawud sebanyak 5 hadits, Imam Tirmidzi sebanyak 1 hadits, Imam Nasai sebanyak 348 hadits, Imam Ahmad sebanyak 7 hadits, Imam ad-Darimi sebanyak 33 hadits. Dan wafat pada tahun 238 H
2.2 Syarah Hadits
2.2.1 Pengertian, Hukum, dan Ketentuan Umum Syarah Hadits
            Pengertian Syarah   
Menurut Kamus Al-Munjid fi al-Lughah kata Syarah (syarh) diambil dari kataشَرَحَ,يَشْرَحُ,شَرْحًا  yang secara bahasa berarti menguraikan dan memisahkan bagian sesuatu dari bagian lainnya. Dalam tradisi para penulis kitab berbahasa Arab, istilah syarah berarti memberi catatan dan komentar kepada naskah atau matan suatu kitab.
Dengan demikian istilah Syarah tidak hanya uraian dan penjelasan atas naskah kitab dalam batas eksplanasi, melainkan juga uraian dan penjelasan dalam arti interpretasi (disertai penafsiran), sebagaimana dapat dilihat pada keumuman kitab-kitab syarah, baik syarah terhadap pada kitab hadits maupun kitab lainnya. Selain itu, syarah tidak hanya berupa uraian dan penjelasan terhadap suatu kitab secara keseluruhan, melainkan uraian dan penjelasan terhadap sebagian dari kitab, bahkan uraian terhadap satu kalimat atau suatu hadits, juga disebut dengan syarah.
            Latar belakang perlunya Syarah Hadits
Kegiatan mensyarah hadits sebenarnya sudah ada sejak zaman Rasulullah, ini terbukti dengan apa yang sering Rasulullah lakukan yaitu menjelaskan kembali sehubungan dengan pernyataan sebagian sahabat mengenai ucapan maupun tindakan beliau yang belum jelas bagi mereka.
Dari kejadian tersebut bisa dimaklumi jika kemudian generasi setelah para sahabat sangat memerlukan ilmu syarah hadits untuk menjelaskan semua hal yang telah sampai kepada mereka, dimana pada generasi setelah sahabat, Rasulullah sudah wafat.
Dalam hal ini, ada 4 perkara yang melatar belakangi perlu adanya syarah hadits, yaitu:
1.      Karakter kalimat yang digunakan dalam ucapan Rasulullah banyak yang hal sangat mirip dengan karakter kalimat dalam Allah SWT.
2.      Tindakan Rasulullah saw. yang diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang dan tidak senantiasa berkaitan dengan petunjuk wahyu.
3.      Hadits merupakan sumber ajaran agama Islam. Maka untuk memahaminya dilakukanlah syarah.
4.      Umat Islam diwajibkan untuk berpegang teguh kepada sunnah Rasulullah saw, namun  kondisi umat Islam sekarang ini pada umumnya tidak mampu memahami hadits secara langsung, karena untuk memahami hadits dibutuhkan secara langsung dibutuhkan sejumlah ilmu pendukung.
Jika dilihat dari urgensi pemahaman hadits yang benar kepada kalangan umat sekarang ini, maka kegunaan ilmu syarah hadits adalah sebagai berikut:
1.      Menyampaikan amanah dan menyebarluaskan sunnah Rasulullah.
2.      Menghidupkan dan melestarikan sunnah Rasulullah saw.
3.      Menghindarkan kesalah pahaman terhadap maksud hadits.
Hukum mensyarah hadist
Dari paparan di atas  mengenai pentingnya syarah hadits untuk kepentingan dan kebaikan umat Islam pada generasi selanjutnya maka hukum Syarah hadits  itu Fardhu kifayah. Hal ini bisa dilakukan apabila mereka telah menyadari kewajiban tersebut. Sedangkan bila mereka tidak menyadarinya, maka kewajiban tersebut menjadi beban orang-orang yang mengetahuinya saja, termasuk apabila yang mengetahuinya hanya satu orang saja, sehinggga menjadi fardhu ‘ain.
 
Sejarah perkembangan Syarah Hadits
Para ulama membuat periodisasi sejarah perkembangan hadits dan ilmunya berdasarkan sejumlah kategori fakta-faktanya, sehingga periodisasi yang mereka buat tidak lagi seragam. Sebagian penulis melakukan periodesasi sejarah perkembangan hadits dengan membaginya menjadi tujuh, yaitu:
1.      Kelahiran hadits hingga Rasulullah saw. wafat;
2.      Pembatasan riwayat, tahun 12 H sampai dengan 40 H;
3.      Perkembangan periwayatan dan perlawatan mencari hadits, sejak 41 H sampai akhir abad ke -1 H;
4.      Pembukuan hadits, selama abad ke-2 H;
5.      Penyaringan dan seleksi hadits, selama abad ke-3 H;
6.      Perhimpunan hadits-hadits yang terlewatkan, sejak awal abad ke-4 H sampai tahun 656  H;
7.      Penulisan kitab-kitab syarah, kitab-kitab takhrij, dan sebagainya, sejak pertengahan abad ke-7 H
Sumber dan sifat Syarah
Sumber hukum syarah hadits adalah Rasulullah saw, atau syarah hadits dengan hadits. Pada periode berikutnya pensyarahan hadits dilakukan oleh para sahabat dan generasi-generasi setelahnya.
Istilah syarah hadits dengan hadits dapat dipahami sebagai penjelasan Rasulullah saw. terhadap ucapan beliau sendiri secara langsung dan dapat dipahami sebagai syarah hadits dengan berdasarkan pemahaman terhadap hadits lain. Sumber syarah hadits juga bisa dari keterangan para sahabat atau generasi berikutnya yang mana memang memiliki keahlian pada bidang hadits yang disyarahnya. Sumber syarah hadits juga bisa dari hasil pemikiran melalui berbagai pendekatan.
Ketentuan Umum Syarah Hadist
Dalam mensyarah ada ketentuan-ketentuan yang harus dilakukan oleh semua yang akan mensyarah hadits suatu hadits, baik hadits qawli maupun fi’li, yaitu:
1.      Apabila hadits yang akan disyarah itu diriwiyatkan melalui jalur sanad yang lebih dari satu atau terdapat pada beberapa kitab, maka tidak cukup hanya berpegang kepada satu riwayat, tanpa memperhatikan riwayat lain sama sekali, melainkan sedapat mungkin seluruh riwayat tersebut ditelaah untuk kemudian ditetapkan salah satunya sebagai hadits pokok yang disyarah, lalu hadits yang lain disinggung dalam syarah sebagai data pendukung. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
2.      Apabila tema hadits-hadits tersebut sama, namun periwayatannya berbeda-beda pada setiap sanad-sanadnya saling menguatkan.
3.      Apabila tema hadits-hadits tersebut sama, namun kata-katanya berbeda, baik dari sisi i’rabnya maupun sharafnya, maka kata-kata yang berbeda dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan makna dan dalam mensyarahnya.
4.      Apabila tema hadits-hadits tersebut  sama, namun pada sebagian riwayat terdapat tambahan sejumlah kata atau kalimat, atau bahkan dalam sebagian riwayat digabungkan dengan tema-tema lain atau disertai Sabab Al-Wurud, maka kata-kata tambahan tersebut apabila terdapat pada riwayat orang-orang yang paling Tsiqat, dapat diterima.
5.      Apabila perbedaan di antara riwayat-riwayat tersebut sangat jauh, hingga tidak dapat dikompromikan, maka hadits-hadits tersebut dinilai Mukhtalif dan diselesaikan dengan Tarjih, Nasakh, atau cara yang lain lagi.
          2.2.2 Mufrodat
Yang dimaksud Hidayah dan Ilmu menurut hadits diatas adalah sebagaimana yang di jelaskan dalam Kitab Syarah Hadits Imam Bukhori yaitu Kitab Pathul Bari sebagai berikut
الْهُدَى أَيِ الدَّلَالَةُ الْمُوَصِّلَةُ إِلَى الْمَطْلُوبِ وَالْعِلْمُ الْمُرَادُ بِهِ مَعْرِفَةُ الْأَدِلَّةِ الشَّرْعِيَّةِ (فتح الباري لابن حجر (1/ 176)
Hidayah ialah bimbingan dan petunjuk jalan yang akan menyampaikan kepada tujuan yang di kehendaki, dan Ilmu yang dimaksud dengannya adalah Pengetahuan tentang Petunjuk  Syariat.
2.2.3 Syarah Ijmali
2.2.3.1 Hidayah (Petunjuk)
Pengertian Hidayah
Kata Hidayah adalah dari bahasa Arab atau bahasa Al-Qur’an yang telah menjadi bahasa Indonesia. Akar katanya ialah : hadaa, yahdii, hidaayatan. Khusus yang terakhir, kata hidaayatan kalau wakaf (berhenti) di baca : Hidayah, nyaris seperti ucapan bahasa Indonesia.
Hidayah menurut bahasa berarti petunjuk atau bimbingan. Lawan katanya adalah : “Dholalah” yang berarti “kesesatan”. Secara istilah (terminologi), hidayah ialah bimbingan dan petunjuk jalan yang akan menyampaikan kepada tujuan sehingga meraih kemenangan di sisi Allah. Hidayah juga diartikan sebagai Diinul Islam.
Permohonan hidayah kepada Allah agar berada pada jalan yang benar adalah sangat penting, sebab tidak semua hidayah diberikan oleh-Nya secara gratis. Ada hidayah yang hanya diberikan kepada orang yang mencari dan memohon kepada Allah. Muhammad Abduh, (Tafsir al-Manar, I/hal.62) Musthafa Almaroghi, (Tafsir al-Maraghi, I/hal. 35-36) dan Wahbah al-Zuhayli, (al-Tafsir al-Munir, I/hal.59-60) menerangkan bahwa hidayah itu terdiri atas beberapa macam :
1. (هِدَايَة الإلْهَام الفِطْري) Hidayah al-ilham al-Fithri
Hidayah yang diberikan Allah sejak manusia baru lahir, sehingga butuh dan bisa makan dan minum. Seorang bayi suka menangis jika lapar atau dahaga, padahal tidak ada yang mengajarinya. Tanpa melalui proses pendidikan, bayi juga bisa tertawa tatkala bahagia. Hidayah ini diberikan oleh Allah tanpa usaha dan tanpa permintaan manusia.
2. (هِدَايَة الحَوَاس) Hidayah al-Hawas.
Hidayah ini diberikan Allah kepada manusia dan hewan. Bedanya kalau kepada hewan diberikannya secara sekaligus, dan sempurna sejak dilahirkan induknya. Sedangkan pada manusia hidayah al-hawas diberikan secara berangsur. Dengan hidayah ini, manusia bisa membedakan rasa asin, pahit, manis, enak, lada, bau, harum, kasar atau pun halus, tanpa melalui peroses pembelajaran. Pembelajaran dalam hal ini berfungsi untuk memfungsikan Hidayah al-Hawas secara optimal. Ini dikenal juga dengan Panca-Indra yang terdiri atas: lidah sebagai alat rasa; mata sebagai alat melihat; telinga sebagai alat mendengar; hidung sebagai alat hirup yang mengetahui bau atau harum; dan kulit bisa merasa panas, dingin atau keras dan lunak. Itu semua termasuk hidayah al-hawas.
3. (هِدَايَة العَقْل)  Hidayah al-’Aqli.
 Seorang manusia, bisa membedakan mana yang benar mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, karena ia diberi hidayah al-’aqli. Jadi fungsi hidayatul-Aqli adalah untuk meluruskan pandangan hidayah al-ilham dan hidâyah al-hawas yang kadang-kadang salah tanggapannya.
4. ( هِدَايَة الدِّين) Hidayah al-Din atau hidayah syar’iyah.
Ialah petunjuk Allah berupa ajaran dan hukum-hukum yang meluruskan kekeliruan yang muncul akibat aqal yang dipengaruhi nafsu. Untuk meluruskan pendapat akal itu, maka Allah memberi manusia Hidayah al-Din pedoman hidup yang berfungsi membimbing manusia ke jalan yang benar. Allah berfirman:
وَ هَــدَ يْنَــاهُ  النَّجْــدَ يْنِ

Dan telah Kami beri petunjuk dua jalan hidup (QS. Al Balad [90]:10)

Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa menurut ayat ini, Allah memberikan jalan hidup itu terdiri atas baik dan yang buruk. Manusia dengan aqalnya dipersilakan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Hidayah al-din membimbing manusia untuk mengambil jalan yang lurus. Namun hidayah ini tidak bisa diperoleh manusia tanpa melalui peroses pembelajaran. Hanya orang yang mempelajari syari'ah, yang meraih hidayah al-Din.

إِنَّ  هَذَا  الْقُرْءَانَ  يَهْدِي   لِلَّتِي  هِيَ  أَقْوَمُ  وَ  يُبَشِّرُ  الْمُؤْمِنِينَ  الَّذِينَ  يَعْمَلُونَ  الصَّالِحَاتِ  أَنَّ  لَهُمْ  أَجْرًا  كَبِيرًا
Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang yang beriman yang beramal shalih, sesungguhnya bagi mereka itu pahala yang maha besar. (QS.  Al Isra [17]: 9)

Sesungguhnya Allah telah memberikan penjelasan sejelas-jelasnya, bahwa Al-Qur’an itu memberi petujuk ke jalan yang lurus, baik dan mencapai bahagia paripurna.

5. (هِدَايَة التَّوفِيْق والمَعُونَة) Hidayat al- Taufiq.
Allah memberikan hidayah yang tersebut di atas, Hidayatul Ilham, Hidayatul-hawas dan Hidayat al-Din, kepada manusia berlaku umum. Setiap manusia menerima hidayah ilham, hidayah hawas, hidayah aqal. Kemudian hidayah din, bisa diperoleh melalui pembelajaran. Namun tidak setiap manusia mendapat hidayah al-taufîq, walau belajar atau diajari. Tidak sedikit manusia masih senang memilih jalan yang bertentangan dengan aturan Allah, walau sudah memiliki hidayah al-Din melalui juru da'wah.

وَ أَمَّا  ثَمُودُ  فَهَدَ يْنَاهُمْ  فَاسْتَحَبُّوا  الْعَمَى  عَلَى  الْهُدَى  فَأَخَذَتْهُمْ  صَاعِقَةُ  الْعَذَ ابِ  الْهُونِ   بِمَا  كَانُوا يَكْسِبُونَ
Pada kaum Tsamud telah Kami beri petunjuk, namun mereka mengambil jalan buta kesesatan dan meninggalkan petunjuk itu. Maka mereka disambar petir sebagai siksa yang menghina kan, akibat dari perbuatan mereka (Qs.Fushilat [41]: 17)

Dengan demikian orang yang menemukan hidayah al-Din, tidak dijamin berakhlaq benar. Tidak sedikit, orang yang faham tentang hukum agama, tapi akhlaqnya buruk. Hidayah diniyah yang diturunkan kepada kaum 'Ad adalah melalui Rasul, Hud As (QS. Al ‘araf (7) : 65). Tsamud menerima hidâyah diniyah dari Allâh melalui Nabi Shalih As (QS. Al ‘araf (7) : 73). Ahli Madyan menerima hidâyah diniyah (syara’i) dari Allâh melalui Nabi Syu’aib (QS. Al ‘araf (7) : 85). Fir’aun menerima hidâyah diniyah dari Allâh melalui Nabi Musa dan Nabi Harun As (Qs Thaha, Al-Qashash). Abi Thalib, Abu Jahl dan para pengikutnya juga menerima hidâyah diniyah dari Allâh melalui Rasul I. Namun kaum yang tersebut tadi tidak mau beriman. Itu sebagai bukti bahwa mereka tidak mendapat hidayah taufiq dari Allah. Hidayah al-taufîq adalah anugrah Allah yang diberikan kepada manusia hingga sikap dan perbuatannya memilih yang baik yang sesuai dengan ajaran al-Islam. Hidayah Taufiq tidak akan diterima tanpa ada usaha untuk menerimanya, dan tanpa dianugerahkan Allah. Itulah sebabnya, setiap muslim berusaha dan berdo'a untuk menerima hidayah taufiq. Hidayah Taufiq hanya akan diberikan Allah kepada orang yang berkeinginan untuk menerimanya. Orang yang tidak menginginkannya dan tidak berusaha untuk mendapatkannya, tidak akan menerimanya. Rasulullah berusaha ingin meng-Islamkan Abi Thalib, namun dia tidak mau. Hidayah Taufiq tidak diterima Abi Thalib, karena dia tidak mau. Hidayah taufiq tidak diterima Abi Thalib karena dia tidak berusaha untuk menerimanya dan tidak pula menginginkannya. الصِّرَاط المُسْتَقِيم  adalah agama Islam yang telah diturunkan Allah melalui seluruh nabi dan rasul-Nya. Tidak ada nabi dan rasul yang diutus selain mengajarkan al-Islam. Allah berfirman:
وَهَذَا  صِرَاطُ  رَ بِّكَ  مُسْتَقِيمًا  قَدْ  فَصَّلْنَا  الآيَاتِ  لِقَوْمٍ   يَذَّكَّرُونَ
Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran. (Qs.  Al An’am [6] : 126)

2.2.3.2 Ilmu
Pengertian Ilmu
Ilmu menurut bahasa berasal dari kata علم يعلم علما ,  yang artinya mengetahui. Kata Ilmu berbentuk Isim Masdar yang dibaca ‘Ilman. Ilmu merupakan lawan kata dari Al-Jahlu yang artinya tidak tahu atau bodoh.
Ilmu menurut Ushul Fiqh adalah :
اَلْعِلْمُ هُوَ اَلْاِدْرَاكُ بِالشَّيْءِ
        Ilmu adalah mengetahui sesuatu.

Sedangkan menurut istilah, ilmu adalah penjelasan - penjelasan atau petunjuk-petunjuk Allah SWT yang diturunkan kepada Rasul-Nya, atau dengan kata lain adalah Al-Qur’an dan Sunnah.
Menurut beberapa ahli, yang dimaksud dengan ilmu adalah :
1.      Dr. Maurice Bucaille : Ilmu adalah kunci untuk mengungkapkan segala hal, baik dalam jangka waktu yang lama maupun sebentar.
2.      Francis Bacon : Ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang valid dan hanya fakta-fakta yang dapat menjadi objek pengetahuan.
3.      Charles Singer : Ilmu adalah suatu proses yang membuat pengetahuan (science is the process which makes knowledge).
Kedudukan Ilmu dalam Islam
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat dari banyaknya ayat Alquran yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulia disamping hadits-hadits Nabi Saw yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Didalam Al qur’an , kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali , ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari Alquran sangat kental dengan nuansa-nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Mahadi Ghulsyani (1995 : 39) sebagai berikut :
‘’Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains), Al quran dan Al –sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan ,serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi’’

Allah SWT berfirman :
يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ...
...Allah meninggikan baberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmu pengetahuan), dan Allah  Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (al-Mujadallah [58] : 11)
Ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut ilmu ,dan ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan Allah SWT , sehingga akan tumbuh rasa takut kepada Allah bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal ini sejalan dengan firman Allah SWT :
وَمِنَ ٱلنَّاسِ وَٱلدَّوَابِّ وَٱلْأَنْعَٰمِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَٰنُهُۥ كَذَٰلِكَ  إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَٰؤُا إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
 Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Q.S. Fathiir [35] : 28)
Yang dimaksud dengan ulama dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah.
Disamping ayat –ayat Alquran yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat istimewa, Alquran juga mendorong umat islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu, seperti tercantum dalam Firman Allah SWT,  yaitu:
فَتَعَٰلَى ٱللَّهُ ٱلْمَلِكُ ٱلْحَقُّ  وَلَا تَعْجَلْ بِٱلْقُرْءَانِ مِن قَبْلِ أَن يُقْضَىٰ إِلَيْكَ وَحْيُهُۥ  وَقُل رَّبِّ زِدْنِى عِلْمًا
Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Alquran sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah : "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Q.S. Thāhā [20] : 114)
Maksudnya Nabi Muhammad s.a.w. dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum Jibril a.s selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad s.a.w. menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.
Dalam hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu, menjadi sangat penting, dan islam telah sejak awal menekankan pentingnya membaca , sebagaimana terlihat dari firman Allah SWT, yaitu :
ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ﴿۱﴾ خَلَقَ ٱلْإِنسَٰنَ مِنْ عَلَقٍ﴿۲﴾ ٱقْرَأْ وَرَبُّكَ ٱلْأَكْرَمُ﴿۳﴾ ٱلَّذِى عَلَّمَ بِٱلْقَلَمِ﴿٤﴾ عَلَّمَ ٱلْإِنسَٰنَ مَا لَمْ يَعْلَمْ﴿٥﴾
“Bacalah dengan meyebut nama tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan Kamu dari segummpal darah . Bacalah, dan Tuhanmu-lah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia ) dengan perantara kala . Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui.” (Q.S. Al’alaq [96] :1-5)
Ayat – ayat tersebut , jelas merupakan sumber motivasi bagi umat islam untuk tidak pernah berhenti menuntut ilmu, untuk terus membaca, sehingga posisi yang tinggi dihadapan Allah SWT akan tetap terjaga, yang berarti juga rasa takut kepeada Allah SWT akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh , dengan demikian nampak bahwa keimanan yang disertai  dengan ilmu akan membuahkan amal.
Manfaat Mencari Ilmu
        Segala perbuatan yang didasari dengan kebaikan pasti akan menghasilkan kebaikan juga, termasuk menuntut ilmu.
          Allah SWT berfirman :
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِٱلْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin. (Q.S. Attaubah [9] : 128)

Dengan menuntut ilmu, seorang hamba memperhatikan berbagai macam sisi kemashlahatan dan kemadharatan yang akan timbul dan membaca situasi dan kondisi kaum muslimin di zaman ini sebelum mengambil sikap.
Dengan menuntut ilmu seorang hamba berusaha memahami hakikat sesuatu sebelum memberikan pernyataan terhadap suatu hal tertentu. 
Dengan menuntut ilmu seorang hamba dapat mengetahui kapan dan kepada siapa ia berbicara, karena tidak setiap ilmu bisa diamalkan pada setiap orang. Allah SWT berfirman tentang Musa a.s :   
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِۦٓ إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تَذْبَحُوا بَقَرَةً  قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا قَالَ أَعُوذُ بِٱللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ ٱلْجَٰهِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil". (Q.S. Albaqarah [2] : 67)

Adapun Hikmah Allah menyuruh menyembelih sapi ialah supaya hilang rasa penghormatan mereka terhadap sapi yang pernah mereka sembah.
Ayat tersebut menjelaskan kepada kita bahwa kita tidak boleh melakukan sesuatu atau berbicara jika kita tidak tahu dasarnya atau ilmunya.
Jaminan bagi Para Pencari Ilmu
Mencari Ilmu bukanlah suatu perbuatan yang merugikan. Sebaliknya, justru mencari   Ilmu adalah amalan yang sangat menguntungkan. Mengapa disebut menguntungkan? Jawabannya adalah karena Allah SWT memberikan banyak sekali jaminan bagi para pencari ilmu. Diantara jaminan-jaminan Allah terhadap para pencari Ilmu adalah sebagai berikut :
a.      Memiliki rasa takut kepada Allah SWT
Allah menjelaskan bahwa rasa takut (khasyia’) selalu menyertai ilmu. Jadi, kaum yang berilmu adalah orang-orang yang memiliki rasa takut. Allah SWT berfirman : 
ثُمَّ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ يُخْزِيهِمْ وَيَقُولُ أَيْنَ شُرَكَاءِىَ ٱلَّذِينَ كُنتُمْ تُشَٰقُّونَ فِيهِمْ  قَالَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا ٱلْعِلْمَ إِنَّ ٱلْخِزْىَ ٱلْيَوْمَ وَٱلسُّوءَ عَلَى ٱلْكَٰفِرِينَ
Kemudian Allah menghinakan mereka di hari kiamat, dan berfirman: "Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu (yang karena membelanya) kamu selalu memusuhi mereka (nabi-nabi dan orang-orang mukmin)?" berkatalah orang-orang yang telah diberi ilmu: "Sesungguhnya kehinaan dan azab hari ini ditimpakan atas orang-orang yang kafir", (Q.S. An-nahl [16] : 27)
Yang dimaksud dengan orang-orang yang diberi ilmu Ialah: Para malaikat, nabi-nabi dan orang-orang mukmin.
b.      Diangkat oleh Allah beberapa derajat
          Allah SWT berfirman :
يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا فَٱنشُزُوا يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Almujaadilah [58] : 11)
c.       Dimudahkan baginya jalan menuju surga
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ رَجُلٍ يَسْلُكُ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا إِلَّا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقَ الْجَنَّةِ وَمَنْ أَبْطَأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah orang yang meniti jalan untuk menuntut ilmu kecuali Allah akan memudahkan jalannya menuju surga, sedangkan orang yang memperlambat dalam mengamalkannya maka tidak akan cepat mendapatkan nasabnya (keberuntungan). " (Shahih: Muslim : 3643)
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ
Dari Abi Darda ia berkata : Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda : 'Barangsiapa berjalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memperjalankannya di antara jalan-jalan yang ada di surga ( Shahih Abu Daud : 3641)
d.      Dido'akan oleh Para Malaikat
عَنْ كَثِيرِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ كُنْتُ جَالِسًا مَعَ أَبِي الدَّرْدَاءِ فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ إِنِّي جِئْتُكَ مِنْ مَدِينَةِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَدِيثٍ بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَدِّثُهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا جِئْتُ لِحَاجَةٍ قَالَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Dari Katsir bin Qais, dia berkata: Ketika aku duduk-duduk bersama Abu Ad-Darda' dalam sebuah masjid di Damaskus, seorang lelaki mendatangi, Abu Ad-Darda', dia berkata, "Wahai Abu Ad-Darda', aku datang dari kotanya Rasulullah lantaran suatu hadits yang telah kamu ceritakan dari Rasulullah. Aku ke sini untuk keperluan itu (mencari tahu dan memastikan kebenarannya)!" Abu Ad-Darda lalu berkata, "Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Barangsiapa berjalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memperjalankannya di antara jalan-jalan yang ada di surga, sedangkan malaikat akan meletakkan sayapnya (memberikan doa) lantaran senang dengan para penuntut ilmu seluruh penghuni langit serta bumi dan ikan-ikan di dasar laut akan memintakan ampunan kepada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan, karena kelebihan dan keutamaan orang yang mempunyai ilmu pengetahuan atas ahli ibadah bagaikan keutamaan bulan pada malam purnama atas bintang-bintang di sekitarnya. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi dan para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, melainkan mewariskan ilmu pengetahuan. Barangsiapa mengambilnya berarti telah mengambil bagian yang banyak. (Shahih Abu Daud : 3641)

e.       Ulama adalah Pewaris Para Nabi
Rasulullah Saw pernah bersabda :
وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi dan para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, melainkan mewariskan ilmu pengetahuan. Barangsiapa mengambilnya berarti telah mengambil bagian yang banyak. (Shahih Abu Daud : 3641)

Sungguh Allah benar-benar mengistimewakan para pencari ilmu dengan berbagai jaminan-jaminannya. Seharusnya jaminan-jaminan tersebut dapat membuat setiap orang lebih bersemangat lagi dalam mencari ilmu karena jaminan-jaminan tersebut bukanlah sesuatu yang mudah untuk bisa didapatkan selain dengan jalan mencari ilmu.
2.2.3.3 Perumpaan Petunjuk dan Ilmu
Perumpamaan orang yang berilmu dengan orang tidak memiliki ilmu bagaikan siang dan malam, betapa Allah memberikan kebaikan kepada orang yang berilmu, orang yang mendapatkan kebaikan dari Allah akan dimudahkan kepadanya memahami agama Allah, sehingga mereka bisa menjadi pakar dan ahli dalam urusan agama Allah, demikian juga orang yang Allah bukakan ilmu dunia maka mereka memiliki kemampuan untuk menguasai dunia lebih banyak dari pada orang yang hidup didunia tanpa mengerti bagaimana mengelola dunia ini.
        Allah berfirman :
... قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ...
... Katakanlah apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui. ... (Q.S Az-zumar [39] : 9)
Dengan jelas Allah membuka mata hati kita dengan pertanyaan yang mengugah untuk melihat dengan jeli perbedaan antara orang-orang yang berilmu dan orang –orang yang tidak berilmu, kita bisa melihat dengan jelas keberadaan seseorang yang berpendidikan tinggi dibandingkan orang yang bependidikan rendah, demikian juga dari sisi pahala ibadah yang mencolok yang diraih oleh orang yang berilmu dibanding orang yang beribadah hanya berdasarkan mengikuti orang lain beribadah.
        Kenyataan diatas semakin diperjelas oleh Allah SWT dengan firmannya :
... يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ...
 ...Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang beriman diantara kalian dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat ... (Q.S Al Mujadilah [58] : 11).
Sangat jelas dalam firman Allah di atas, bahwa allah akan meninggikan derajat seseorang apabila dia beriman dan dia selalu mencari ilmu akhirat (agama) atau ilmu dunia. Tetapi dalam mencari ilmu akhirat (agama) dan ilmu dunia harus seimbang.
Rasulullah shalallahu 'alahi wasallam mengibaratkan sebuah petunjuk ilmu dengan hujan sebagaimana dalam hadits Al-Bukhari dan Shahih Muslim hadits dari Abu Musa Al-Asy'ari Radhiyallahu Anhu yang berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa SalIam bersabda:
Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang diberikan oleh Allah kepadaku adalah seperti hujan lebat yang turun ke bumi, lalu ada tanah yang subur yang menyerap air hujan sehingga bisa menumbuhkan rerumputan dengan subur, dan ada pula tanah yang keras yang bisa menyimpan air hujan yang Allah mejadikannya bermanfaat bagi umat manusia sebagai air minum dan untuk mengairi tanaman, serta ada pula tanah yang tandus yang tidak bisa menyimpan air, juga tidak bisa menumbuhkan rerumputan. Itulah (contoh pertama dan kedua) perumpamaan orang yang memahami Isalm yang memperoleh keuntungan dari ajaran yang diberikan oleh Allah kepadaku, kemudian dia mempelajari dan mengajrkannya kepada orang lain, sedangkan (contoh ketiga) adalah perumpamaan orang yang tidak mau memperhatikan ajaran dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku bawa.
Rasulullah Shalallallahu ‘alaihi wa Sallam mengumpamakan ilmu dan petunjuk yang beliau bawa seperti hujan, karena masing-masing dari ketiganya (ilmu, petunjuk, dan hujan) mendatangkan kehidupan, makanan, minuman, obat-obatan, dan seluruh kebutuhan manusia yang lain. Semua itu bisa didapatkan dengan ilmu dan hujan.
Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengumpamakan hati manusia seperti tanah yang mendapatkan siraman air hujan, karena tanah adalah tempat yang menahan air hujan kemudian menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat, sebagaimana hati yang memahami ilmu, maka ilmu tersebut berbuah di dalamnya, berkembang, terlihat ke berkahannya dan buahnya. Ketika niat kita telah tertuju pada ilmu, telah siap mencari ilmu, dan menerima ilmu maka kita akan mudah untuk meghapalnya, memahami makna-makna ilmu tersebut, dan mengamalkannya dalam segala aspek kehidupan.
Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengelompokkan manusia ke dalam tiga kelompok sesuai dengan penerimaan mereka, dan kesiapan mereka menghapal ilmu, memahami makna-maknanya, mengeluarkan hukum-hukumnya, hikmah-hikmah dan manfaat-manfaatnya ;
Perumpamaan yang pertama adalah seperti hujan lebat yang turun ke  bumi  kemudian ada tanah yang subur yang menyerap air hujan sehingga bisa menumbuhkan rerumputan dengan subur.
Maksud perumpamaan ilmu yang pertama ini ialah orang yang mampu menghapal ilmu dan memahaminya. Mereka menghapal ilmu yang mereka dapat, setelah itu mereka memahani ilmu tersebut sehingga mereka dapat memahami makna-maknanya, mengeluarkan hukum-hukumnya, hikmah-hikmahnya, dan manfaat-manfaatnya. Setelah itu mereka pun paham terhadap agama, dan dapat membuat kesimpulan atau istimbath hukum. Pahamnya terhadap agama dan membuat kesimpulan adalah seperti tumbuhnya rumput dengan subur.
Perumpamaan yang kedua adalah tanah yang keras yang bisa menyimpan air hujan yang Allah menjadikannya bermanfaat bagi umat manusia sebagai air minum dan mengairi tanaman.
Maksudnya ialah orang yang mampu menghapal ilmu, menjaganya, menyebarkannya, dan mengendalikannya, namun tidak mampu memahami makna-maknanya, mengeluarkan hukum-hukum, hikmah-hikmah, dan manfaat-manfaat dari ilmu tersebut. Mereka seperti orang yang mampu membaca Al-Qur'an, menghapalnya, memperhatikan makharijul huruf (tempat ke-luarnya huruf), dan harakat-nya, namun tidak dianugerahi pemahaman khusus oleh Allah, seperti dikatakan Ali Radhiyallahu Anhu, "Kecuali pemahaman yang diberikan Allah kepada hamba-Nya di dalam Kitab-Nya."
Tingkat pemahaman manusia tentang Allah Ta'ala, dan Rasul-Nya itu tidak sama. Terkadang ada orang cuma mampu memahami satu atau dua hukum dari satu dalil, sedang orang lain mampu memahami seratus atau dua ratus hukum dari dalil yang sama.
Mereka seperti tanah yang mampu menahan (menyimpan) air untuk manusia kemudian mereka mendapatkan manfaat darinya. Ada yang minum daripadanya, memberi minum hewan ternaknya, dan bercocok tanam dengannya.
Kedua kelompok di atas adalah kelompok orang yang memahami Islam yang memperoleh keuntungan dari ajaran yang diberikan oleh Allah juga termasuk kelompok orang-orang yang berbahagia. Karna telah mempelajari, memberikan manfaat dan mengajarkannya kepada orang lain.
Kelompok pertama adalah kelompok yang paling tinggi derajatnya dan kebesarannya dari seluruh kelompok-kelompok manusia yang ada. Karna kelompok pertama adalah orang yang dapat menghafal dan memahami ilmu. Allah Ta 'ala berfirman :
ذَٰلِكَ فَضْلُ ٱللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ  وَٱللَّهُ ذُو ٱلْفَضْلِ ٱلْعَظِيمِ
"Itulah karunia Allah yang diberikannya kepada siapa yang di-kehendaki-Nya, dan Allah mempunyai karunia yang sangat besar." (Al-Jumu'ah [62] : 4).
Perumpamaan yang ketiga adalah tanah yang tandus yang tidak bisa menahan (menyimpan) air, juga tidak bisa menumbuhkan rereumputan.  Maksud perumpamaan yang ketiga ialah orang-orang yang tidak mendapatkan sedikit pun ilmu; baik hapalannya, atau pemahamannya, atau periwayatannya.
Mereka adalah kelompok orang-orang celaka, karna mereka tidak mendapatkan ilmu. Orang yang tidak mendapatkan ilmu hidupnya akan hancur karna dia tidak mengetahui mana yang salah mana yang benar, mana yg haram mana yang halal, dsb. Dan mereka termasuk orang yang tidak mau memperhatikan ajaran dan tidak menerima petunjuk Allah yang Rasulullah saw bawa.
Kelompok pertama dan kelompok kedua mempunyai ilmu dan mengajarkannya sesuai dengan ilmu yang diterimanya dan sampai padanya. Kelompok kedua mengajarkan kata-kata Al-Qur'an dan menghapalnya, sedang kelompok pertama mengajarkan makna-makna Al-Qur'an, hukum-hukumnya, dan ilmu-ilmunya.
Sedang kelompok ketiga, mereka tidak mempunyai ilmu apalagi mengajarkannya. Mereka tidak bisa "diangkat" dengan petunjuk Allah, dan tidak menerimanya. Mereka lebih brengsek dari hewan ternak, dan mereka adalah bahan bakar neraka.
Hadits mulia di atas memuat kemuliaan ilmu, pengajarannya, posisinya, dan kecelakaan orang yang tidak mempunyai ilmu.
Hadits di atas juga mengklasifikasi manusia menurut barometer ilmu ke dalam dua kelompok; kelompok orang-orang celaka dan kelompok orang-orang bahagia, dan mengklasifikasi kelompok orang-orang bahagia ke dalam dua kelompok; kelompok pemenang yang didekatkan kepada Allah dan kelompok kanan yang pertengahan.
lni menjadi bukti, bahwa kebutuhan manusia kepada ilmu itu seperti kebutuhan mereka kepada hujan, bahkan lebih besar lagi. Jika mereka tidak memiliki ilmu, mereka tak ubahnya seperti tanah yang tidak mendapatkan hujan.
Imam Ahmad berkata, "Kebutuhan manusia kepada ilmu itu lebih besar daripada kebutuhan mereka kepada makanan dan minuman, karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan sekali atau dua kali dalam satu hari, sedang ilmu itu dibutuhkan sebanyak jumlah nafas."
Allah Ta'ala berfirman :
أَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَٱحْتَمَلَ ٱلسَّيْلُ زَبَدًا رَّابِيًا  وَمِمَّايُوقِدُونَ عَلَيْهِ فِى ٱلنَّارِ ٱبْتِغَاءَ حِلْيَةٍ أَوْ مَتَٰعٍ زَبَدٌ مِّثْلُهُۥ  كَذَٰلِكَ يَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْحَقَّ وَٱلْبَٰطِلَ  ...
Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil. ...  (Ar-Ra'du [13] : 17).
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengumpamakan ilmu yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya seperti air yang Dia turunkan dari langit, karena masing-masing dari ilmu dan air hujan mendatangkan kehidupan dan kemaslahatan bagi manusia di dunia dan akhirat mereka.
Allah Ta'ala juga mengumpamakan hati manusia seperti lembah. Hati yang besar yang mampu menampung ilmu yang banyak adalah seperti lembah besar yang mampu menampung air yang banyak, dan hati yang kecil yang hanya mampu menampung ilmu yang sedikit adalah seperti lembah kecil yang hanya mampu menampung air yang sedikit. Allah Ta'ala berfirman, "Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. " Itulah perumpamaan yang dibuat Allah Ta'ala tentang ilmu, bahwa jika ilmu telah bercampur dengan hati, maka ilmu mengeluarkan buih syubhat yang batil dari dalam hati kemudian buih syubhat mengapung di permukaan hati, sebagaimana arus di lembah mengeluarkan buih yang mengapung di atas permukaan air.
Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan, bahwa buih itu mengapung, berada di atas permukaan air, dan tidak menempel kuat di tanah lembah. Demikian juga syubhat-syubhat yang batil, jika ia telah diusir oleh ilmu dari dalam hati, ia pun mengapung di permukaan hati, tidak menetap di dalamnya, bahkan kemudian pada tahap berikutnya terbuang, dan yang menetap di dalam hati ialah apa yang bermanfaat bagi pemiliknya dan manusia secara umum, yaitu petunjuk dan agama yang benar, sebagaimana yang menetap di dalam lembah ialah air murni, sedang buihnya musnah karena tidak ada harganya. Tidak ada yang memahami perumpamaan-perumpamaan Allah Ta'ala kecuali orang-orang berilmu.
Allah Ta 'ala membuat perumpamaan yang lain dengan berfirman, "Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu." Maksudnya, bahwa jika manusia membakar benda-benda padat seperti emas, perak, tembaga, dan besi, maka benda-benda tersebut mengeluarkan kotoran dalam bentuk buih yang sebelumnya menyatu dengannya. Buih kotoran tersebut dibuang dan dikeluarkan, sedang yang tersisa adalah perhiasan asli saja.
Allah Subhanahu wa Ta'ala membuat perumpamaan berupa air, karena air memberi kehidupan, mendinginkan (menyegarkan), dan mengandung manfaat-manfaat yang banyak sekali. Allah Ta'ala juga membuat perumpamaan berupa api, karena api mengandung cahaya, dan membakar apa saja yang tidak bermanfaat.
Jadi ayat-ayat Al-Qur'an itu menghidupkan hati sebagaimana tanah dihidupkan dengan air. Ayat-ayat Al-Qur'an juga membakar kotoran-kotoran hati, syubhat-syubhatnya, syahwat-syahwatnya, dan dendam kesumatnya sebagaimana api membakar apa saja yang di-masukkan ke dalamnya. Selain itu, ayat-ayat Al-Qur'an juga membedakan mana yang baik dari yang buruk sebagaimana api membedakan mana yang buruk dan mana yang baik yang ada pada emas, perak, tembaga, dan lain sebagainya.
Inilah sebagian ibrah dan ilmu yang ada dalam perumpamaan yang agung di atas. Allah Ta'ala berfirman :
وَتِلْكَ ٱلْأَمْثَٰلُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ  وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا ٱلْعَٰلِمُونَ
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Q.S Al-Ankabut [29] : 43).

 BAB III
KHATIMAH
3.1 Kesimpulan
Takhrij adalah menunjukkan keberadaan suatu hadits di dalam kitab-kitab yang merupakan sumber utama hadits dengan mencantumkan sanad, kemudian menjelaskan tingkatan-tingkatannya ketika dibutuhkan. Atau mengemukakan hadits kepada orang lain dengan menyebutkan sumbernya, yakni orang yang menjadi matan rantai tersebut.
Syarah adalah member catatan dan komentar kepada naskah atau matan suatu kitab. Syarah tidak hanya terbatas pada penjelasan naskah kitabyang berkutat dengan eksplanasi, melainkan juga uraian dalam arti interpretasi. Demikian juga uraian dan penjelasan hadits secara lisan dalam proses belajar, pengajian, khutbah, ceramah dan sejenisnya bisa juga disebut meng-Syarah Hadits.
Dalam sebuah hadits Rasulullah mengibaratkan sebuah petunjuk dan ilmu dengan hujan, yaitu :
Perunpamaan yang pertama adalah seperti hujan lebat yang turun ke bumi kemudian ada tanah yang subur yang menyerap air hujan sehingga bisa menumbuhkan rerumputan dengn subur. Maksudnya adalah orang yang mampu menghapal ilmu dan memahaminya, sehingga mereka dapat memahami makna-maknanya, mengeluarkan hukum-hukumnya, hikmah-hikmahnya, manfaat-manfaatnya dan dapat membuat kesimpulan.
Perumpamaan yang kedua adalah tanah yang keras yang bisa menyimpan air hujan yang Allah menjadikannya bermanfaat bagi umat manusia sebagai air minum dan mengairi tanaman. Maksudnya adalah orang yang mampu menghafal ilmu, menjaganya, menyebarkannya dan mengendalikannya, tetapi tidak bisa memahami makna-maknanya.
Kedua kelompok diatas adalah kelompok orang yang mendapatkan ilmu, memahami islam dan memperoleh keuntungan dari ajaran yang diberikan oleh Allah juga termasuk kelompok orang-orang yang berbahagia.
Perumpamaan yang ketiga adalah tanah yang tandus yang tidak bisa menahan (menyimpan) air, juga tidak bisa menumbuhkan rereumputan.  Maksudnya adalah orang-orang yang tidak mendapatkan sedikit pun ilmu; baik hapalannya, atau pemahamannya, atau periwayatannya. Mereka adalah kelompok orang-orang yang celaka, karna tidak mendapatkan ilmu.
3.2 Saran
3.2.1 Saran untuk Lembaga Pendidikan
Pendidikan menjadi tahap penilaian seseorang. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh seseorang, maka semakin tinggi pula derajatnya dengan ilmu yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an bahwa seseorang yang memiliki ilmu akan diangkat derajatnya.
Maka dari itu, pelaksanaan secara langsung dalam sebuah pembelajaran itu sangat penting. Karena adakalanya ilmu yang didapatkan hanya akan menjadi sia-sia tanpa adanya sebuah praktek.
Dengan diadakannya program ini, merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi penulis, karena dengan adanya program ini generasi muda bisa lebih berfikir kritis dalam mengungkapkan sebuah masalah yang dituangkan dalam sebuah tulisan. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan bimbingan mengenai Risalah Qashirah guna meningkatkan kualitas bagi generasi muda selanjutnya dan bisa menjadikan generasi yang berprestasi.
3.2.2 Saran untuk Pembaca
Risalah Qashirah ini merupakan tugas yang berat dan menantang bagi penulis, dikarenakan sulit dalam penyusunan dan pembuatannya. Walaupun penulis telah berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikannya dengan baik, tetapi masih terdapat kekurangan dan kekeliruan di dalamnya. Perlu kiranya pembaca dapat memakluminya dan apabila ada kesalahan dalam penulisan Risalah Qashirah ini penulis mengharapkan ada masukan dan kritik yang bersifat membangun, agar konsep Risalah Qashirah ini lebih jelas dan benar.

3.2.3 Saran untuk Penulis
Pembuatan Risalah Qashirah ini bukanlah sesuatu yang mudah. Tidak semudah membalikan telapak tangan. Semuanya membutuhkan perjuangan dan pemikiran yang keras.
Risalah Qashirah ini memberikan pelajaran bagi penulis untuk lebih menghargai sesuatu dan berusaha untuk mengerjakan sesuatu dengan sungguh-sungguh. Dalam penyusunan Risalah Qashirah penulis mendapat banyak ilmu pengetahuan yang baru dan berharga yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Ilmu yang penulis dapatkan akan sangat berguna di jenjang perkuliahan saat akan pembuatan skripsi.
3.2.4 Saran untuk Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini sebenarnya belum tuntas, masih banyak ilmu Allah yang belum terungkap. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat lebih memperdalam ilmu Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits.

 SINOPSIS
Allah SWT. mengutus Rasul untuk seluruh manusia di muka bumi ini dengan membawa kebenaran sebagai petunjuk bagi seluruh umat. Seluruh umat, telah menerima paham dari Rasulullah saw. bahwa sumber hukum Islam yang pertama ialah Al-Quran dan yang kedua adalah Sunnah yang shahih. Sunnah merupakan ucapan langsung dari Rasulullah saw. Apabila diucapkan dengan kata-kata maka disebutlah Hadits. Perlu diketahui bahwa Hadits itu ada yang shahih, ada pula yang dhaif.
Mencari tahu penjelasan Hadits, tidaklah semudah menafsirkan Al-Quran yang sudah jelas keshahihannya. Sehingga dibutuhkan beberapa ilmu untuk mengetahui kualitas suatu hadits. Salah satu ilmu itu ialah Ilmu men-Takhrij dan men-Syarah Hadits. Takhrij adalah kegiatan atau usaha mempertemukan matan hadits dengan sanadnya. Sedangkan Syarah adalah penjelas matan hadits.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari tentang Perumpamaan Petunjuk dan Ilmu
Hidayah ialah bimbingan dan petunjuk jalan yang akan menyampaikan kepada tujuan yang di Kehendaki, dan Ilmu yang dimaksud dengannya adalah Pengetahuan tentang Petunjuk  Syariat.
Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang diberikan oleh Allah kepadaku adalah seperti hujan lebat yang turun ke bumi, lalu ada tanah yang subur yang menyerap air hujan sehingga bisa menumbuhkan rerumputan dengan subur, dan ada pula tanah yang keras yang bisa menyimpan air hujan yang Allah mejadikannya bermanfaat bagi umat manusia sebagai air minum dan untuk mengairi tanaman, serta ada pula tanah yang tandus yang tidak bisa menyimpan air, juga tidak bisa menumbuhkan rerumputan. Itulah (contoh pertama dan kedua) perumpamaan orang yang memahami Isalm yang memperoleh keuntungan dari ajaran yang diberikan oleh Allah kepadaku, kemudian dia mempelajari dan mengajrkannya kepada orang lain, sedangkan (contoh ketiga) adalah perumpamaan orang ynag tidak mau memperhatikan ajaran dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku bawa.” Berkata Abu Abdullah; Ishaq berkata: "Dan diantara jenis tanah itu ada yang berbentuk lembah yang dapat menampung air hingga penuh dan diantaranya ada padang sahara yang datar".


 
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quranul dan Terjemahnya, Departemen Agama
صحيح البخاري – المجلّد الاوّل ، الإمام ابي عبد الله محمّد بن إسماعيل بن إبراهيم ابن مغيرة بن بردزبة البخاري الجعفى
فتح الباري شرح صحيح البحاري، الإمام الحافظ احمد بن علي بن حجر العسقلاني
ميزان الإعتدال ، ابن عبد الله محمّد بن عثمان الذهبى
خلاصة تذهيب تهذيب الكمال ، الإمام الحافظ صفيّ الدّين احمد بن عبد الله الخزريّ
Hasan, Abdul Qadir. 2007. Ilmu Musthalah Hadits. Bandung : CV Penerbit Diponegoro
Ibnu Hajar Al Asqalaniy. Al Hafidz. Fath al Bariy Syarah Shahih Imam al-Bukhariy. Beirut : Dar al-Fikr. t.th
Ahmad Mushthafa al-Maraghiy. Prof. Tafsir Al-Maraghiy. Beirut : Darul Fikr. t.th
Zaidun Achmad. 2002. Ringkasan Hadits Shahih Bukhari. Jakarta : Pustaka Amani. t.th
Ishmah Azimah Akhyar. 2013. Risalah Qashirah. Dirasah Tahliliyah tentang Mencari Ilmu. Hakikat Iman dan Amal Shaleh
Mareta Syawaliati. 2011. Risalah Qashirah. Dirasah tahliyah tentang Usman bin Affan RA, Keutamaan Sahabat
Muhammad Abduh. Tafsir al-Manar.
Wahbah al-Zuhayli. al-Tafsir al-Munir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Studi Kasus Tentang Kesadaran Membuang Sampah Pada Tempatnya

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Masalah    Kebersihan merupakan sebagian dari iman. Itulah slogan yang sering kita dengar selama ini. Apalagi bagi sebagai santri tentu saja sudah tidak asing lagi dengan slogan tersebut. Maka dari itu kita harus selalu menjaga kebersihan dimanapun kita berada. Kebersihan juga penting bagi kesehatan kita, karena dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Demikian juga dengan lingkungan yang ada di pesantren kita, yang kita tempati untuk belajar.      Lingkungan belajar yang efektif adalah lingkungan belajar yang produktif, di mana sebuah lingkungan belajar yang di desain atau dibangun untuk membantu pelajar/santri untuk meningkatkan produktifitas belajar mereka sehingga proses belajar mengajar tercapai sesuai dengan yang diinginkan. Hal ini dapat digambarkan dengan kemudahan para pelajar dalam berfikir, berkreasi dan mampu secara aktif dikarenakan lingkungan belajar yang bersih dan sangat mendukung timbulnya ketertiban dan k